DANGDUTAN DI KUBURAN

Oleh: MA. Zuhurul Fuqohak, S. Ud, M. S. I


JATIM: Beberapa hari kemarin sempat viral video bagaimana ada komunitas yang nanggap Dangdut di dekat area pekuburan. Biasa, pro dan kontra menghiasi alam maya. Seperti bisa di lihat di sini.

Terlepas dari sisi haram-halalnya, saya juga tertarik untuk melihatnya sebagai teks berupa realitas sosial yang bisa ditafsirkan. Meminjam istilah Saifuddin bahwa paradigma antropoli adalah menempatkan realitas sosial sebagai teks untuk dibaca (Fediyan, 2016: 211).

Teks sosial itu bisa menjadi simbol yang bisa di interpretasikan sebagai simbol atau yang dikenal dalam Istilah clifford sebagai antropoli Simbolik. Yang mana inti kajiannya adalah mencoba menafsirkan teks sosial sesuai garis pandang pembaca (Clifford Geertz, 1960: 41).

Dangdut yang ada di area kuburan itu bisa menjadi simbol betapa "beraninya" masyarakat sekitar terhadap isu agama. Bisa saja masyarakat sana tidak ada mereka yang menggeluti bidang keagamaan secara universal. Atau tradisi hedonisme dan materalistik sangat kuat sehingga fatwa ulama, kyai dan ustadz tidak lagi menarik. Nilai pragmatis yang menjadi ciri masyarakat konsumtif juga bisa disebut kuat di sana. Ini semua adalah tafsir subyektif yang dilakukan penulis yang bisa saja sangat jauh dari kebenaran dan kenyataan.

Ibnu Khaldun memberikan teori sosial-antroplologi tentang terciptanya budaya "kehancuran" di satu kaum. Kata beliau, kerajaan dimulai dari keprihatinan, berlanjut ke hasil-kuasa, berkembang menjadi kebesaran ilmu dan politik, mengimbas kemalasan berfikir dan bekerja generasi berikutnya dan berujung kehancuran kembali (Ibnu Khaldun, 2001: 121).

Jika menggunakan teori tersebut, maka sudah barang tentu harus ada "pengingat kehancuran" di sana sebelum lagi isu agama fan diskusinya tidak dianggap menarik oleh penduduknya. Semacam "ustadz kaya" yang menggelindingkan isu pentingnya agama dan bukti realnya bisa menjadi oase untuk menjawab masalah itu.

Hanya berharap, semoga Tuhan memberikan terbaik dan hidayahnya bagi kita semua, Amin...