MASUK PAK KAJIII....
Akhir-akhir ini, warganet diramaikan dengan viralnya video polisi yang diteriaki anak-anak "Masuk Pak Eko.. . "
Sebenarnya, ini sama dengan semisal... "Om, teloleet.. .. Emang lagi syantiiik dan sebagainya... "
Tentunya jika dilihat dari perspektif natural law, hal itu merupakan respon sosial untuk mendapatkan eksistensi tersendiri di antara komunitasnya.
Namun pertanyaannya, bagaimana jika hal seperti itu dikaitkan dengan sisi paradigma berfikir masyarakat modern? Artinya, bisa saja tontonan dari para tuntunan yang semestinya memberikan nilai positif itu ada. Seakan menghilang, tandua gersang begitu saja. Sehingga, bisa saja fenonena viralnya sosial seperti itu, menjadi semacam "sarkasme game political" yang sebenarnya bentuk demonstrasi dan aspirasi masyarakat bawah secara halus sekali.
Sebagai contoh saja. Bukan berarti ini sama persis. Tetapi lebih ke contoh sikap responsif seorang pemimpin. Misalnya, Ibnul Atsir bercerita di Usdul Ghobahnya, dulu ada putri Abu Lahab yang di mana pun dia berada selalu di bully dengan disebut. ... "Bukankah kamu putri dari Seseorang yang disebut tabbat oleh al Quran? "
Nabi saw paham akan hal itu. Untuk menepis berkelanjutannya negative viral ini, maka Nabi saw segera mengumpulkan para sahabat dengan menyebut: bagaimana pun Abu Lahab adalah paman saya. Yang menyakiti putrinya, sama dengan menyakitiku. Sejak demikian, redalah hal negatif tersebut.
Hanya bisa berharap,
Lokomotif modern yang dibungkus penyejahteraan rakyat itu tidak menggurita hingga menyebabkan mereka kesal menunggu kepastian nyata.
Sebenarnya, ini sama dengan semisal... "Om, teloleet.. .. Emang lagi syantiiik dan sebagainya... "
Tentunya jika dilihat dari perspektif natural law, hal itu merupakan respon sosial untuk mendapatkan eksistensi tersendiri di antara komunitasnya.
Namun pertanyaannya, bagaimana jika hal seperti itu dikaitkan dengan sisi paradigma berfikir masyarakat modern? Artinya, bisa saja tontonan dari para tuntunan yang semestinya memberikan nilai positif itu ada. Seakan menghilang, tandua gersang begitu saja. Sehingga, bisa saja fenonena viralnya sosial seperti itu, menjadi semacam "sarkasme game political" yang sebenarnya bentuk demonstrasi dan aspirasi masyarakat bawah secara halus sekali.
Sebagai contoh saja. Bukan berarti ini sama persis. Tetapi lebih ke contoh sikap responsif seorang pemimpin. Misalnya, Ibnul Atsir bercerita di Usdul Ghobahnya, dulu ada putri Abu Lahab yang di mana pun dia berada selalu di bully dengan disebut. ... "Bukankah kamu putri dari Seseorang yang disebut tabbat oleh al Quran? "
Nabi saw paham akan hal itu. Untuk menepis berkelanjutannya negative viral ini, maka Nabi saw segera mengumpulkan para sahabat dengan menyebut: bagaimana pun Abu Lahab adalah paman saya. Yang menyakiti putrinya, sama dengan menyakitiku. Sejak demikian, redalah hal negatif tersebut.
Hanya bisa berharap,
Lokomotif modern yang dibungkus penyejahteraan rakyat itu tidak menggurita hingga menyebabkan mereka kesal menunggu kepastian nyata.