TAHUN POLITIK DI DALAM AL-QUR'AN

Oleh: MA. Zuhurul Fuqohak, S. Ud, M. S. I

Al-Quran banyak menceritakan sejarah umat terdahulu. Yang disadari atau tidak, ia juga menceritakan model perpolitikan umat sebelumnya. Nah, di sini saya mencoba melakukan penelitian singkat untuk mengetahui bagaimana pola perolitikan umat terdahulu yang diwartakan al Qur'an.

MASA IBRAHIM
Nampak diceritakan di masa perpolitikan Ibrahim, ada raja lalim yang oleh Qur'an dibahasakan al-ladzii (seseorang). Karena takut Ibrahim "menyerang" kekuasaannya, maka dia ingin menghukum Ibrahim dengan sebelumnya mengajak debat dan Ibrahim melakukan perlawanan. Lalu terjadilah tragedi pembakaran itu (QS. Al Anbiya': 63-69).

Ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa jika kita sudah berniat memasuki dunia perpolitikan, maka apa pun harus dilakukan untuk mengaktualkan kebenaran yang kita yakini. Jangan mudah terbawa arus. Maka, kalian yang gemar atau hobi senang memasuki perpolitikan. Baik itu legislatif atau pun lainnya. Tirulah Ibrahim. Keyakinan yang sudah kau imani, pegangi jangan sampai hilang (Zuhaily, 2010: 167).

MASA YUSUF
Di masa Nabi Yusuf as., ada juga tahun politik yang patut ditiru. Beberapa tulisan sudah membahas tentang itu. Misalnya tulisan di sini atau di sini.

Saat itu, Sang Raja galau mencari pengganti kitfir al Azis untuk dijadikan bendahara. Setelah Yusuf menampilkan takwil mimpinya, dan dia memberi jaminan mampu melalui badai krisis ekonomi di sana, maka Raja langsung mengangkatnya meskipun dia bukan pribumi asli Mesir (QS. Yusuf: 55).

Ada lagi hal yang tak kalah menarik. Yaitu pemaparan Nabi Yusuf tentang bagaimana cara melewati krisis ekonomi itu. Caranya adalah: tujuh tahun pertama bercocok tanamlah dengan semangat dan kuat. Seluruh hasil panen dikelola pemerintah dan disimpan di tempat aman. Tempatnya harus bisa membuat lama gandum bertahan selama 7 tahun lebih. Tentunya itu bisa dilogikakan dengan teori pengawetan barang di era modern ini. Yaitu menahan cepat berkembangnya mikroorganisme yang membusukkan makanan (Fellow FJ, 2010: 24).

Dua siasat Yusuf itu menunjukkan pelajaran berharga. Pertama, perlunya sikap akuntabel. Bisa dipercaya. Juga terbuka. Jika bisa, katakan bisa. Lalu kedua,  kemampuan untuk merealisasikan ide dan gagasan. Jika Nabi dengan wahyu, maka jika manusia dengan eksperimen. Pengalaman adalah guru terbaik. Karena tajribah (eksperimen) adalah ilmu yang menyebabkan keyakinan (Ad-Damanhuri, 1999: 49).

Kita berharap, siapa pun pemimpin kita. Mereka mampu membawa kapal besar negara ini menjadi yang lebih baik. . ..