PENERIMAAN SANTRI BARU

Bulan-bulan menuju penerimaan para santri baru segera datang. Tepatnya adalah di bulan Syawwal 1440 H nanti. Tentu mulai banyak eksperimen atau pun penelitian tentang pondok bagaimana dan di mana yang tepat untuk memasantrenkan sang buah hati nanti. Sebab, pesantren inilah pintu menuju rumah masa depan para santri. Pedoman walisantri tentu tidak hanya mencetak putra-putri yang bermanfaat di dunia semata. Tetapi lebih jauh dari itu adalah, mereka harus memerhatikan bagaimana output putra-putri mereka nanti ke depannya. Maka, tidak heran jika bulan-bulan inilah para walisantri sudah mulai kepo terhadap eksistensi pesantren-pesantren yang ada.

Mengapa hal demikian diperlukan? Sebab, kesalahan mencari referensi pesantren akan berujung ke permasalahan panjang. Banyak anak didik yang "salah" dicarikan pesantren oleh orang tuanya. Apalagi mereka tergiur dengan slogan "gratis mutlak" yang berujung anak "bersenjata tajam" dan sebagainya. Saya tidak sedang justifikasi general seluruh pesantren "gratis" semacam itu. Tetapi lebih pada diperlukannya sikap hati-hati pada walisantri saja.

Jangan cepat puas hanya melihat penampilan luar dan biaya pendidikan semata. Tetapi berfikirlah lebih jauh. Yaitu lihat dari mana asal pendidikan para guru dan asatidz, Kyai dan masyayikhnya, kurikulum serta program-programnya seperti apa. Kalau bisa, apa saja karya-karya yang sudah dihasilkan oleh para Kyai, guru dan asatidz pesantren tersebut. Ini diperlukan sekali sebagai perbendaharaan referensi orang-orang tua terhadap eksistensi pesantren itu sendiri.

Putra-putri perlu sekali arahan dan bimbingan dari orang tua. Nah, adab-etika-moral yang perlu diperhatikan sebelum mencari pesantren adalah "mamango sakdurunge nemu, yakino nek wes ketemu". Artinya, ragu-ragukanlah, skeptis yang kuat dan banyaklah bertanya, curiga atau pun nama sejenisnya yang bermuara akan ketidak-puasan secara lahiriah tentang satu dua pesantren yang dituju oleh para walisantri. Jangan tergoda hanya penampilan luar semata. Lihatlah setajam-tajamnya. Kalau perlu, walisantri ikut tidur di pesantren tersebut selama beberapa hari untuk tahu bagaimana sistem dan pola pendidikan di sana. Untuk menilai dan mengukur tepat-tidaknya untuk sang buah hati belaian jantung, anak yang menjadi tumpuan di masa tua nanti.

Namun, jika dirasa sudah cukup meyakinkan, orang tua sudah mantap dan jazem kepada pesantren yang dituju lalu anak dibawa ke sana, maka jangan ada lagi keraguan yang ditanamkan. Itu hanya akan membuat sang anak tidak betah di pesantren, malas-malasan semata dan tidak bermanfaat ilmu yang didapatkan. Apalagi bernilai keberkahan. Sangat jauh adanya.

Lihatlah bagaimana Imam Al-Bukhari berguru. Suatu hari beliau mendatangi Syaikh yang dilihatnya sedang memanggil ayam. "Kur... kur ... kur..." begitu kurang lebih suara sang guru. Imam al-Bukhari sempat terkagum akan sifat ramah, rahmat dan welas-asih dari sang guru terhormat tersebut. Namun apa dikata, manakala ayam-ayam itu sudah datang. Jangankan dikasih makan, minum saja pun tidak diberikan. Ternyata sang guru itu hanya menipu ayam, tidak beneran mengasih makanan. 

Maka, Imam al-Bukhari segera meninggalkan sang guru sambil menggerutu, "Jika ayam saja dia bohongi, padahal ayam tidak berdosa apalagi aku yang akan belajar banyak hadis darinya. Apa yang menjamin dia tidak akan berbohong kepadaku? lebih baik aku meninggalkannya."

Selamat berijtihad para orang tua dan walisantri untuk mencarikan pesantren mana yang tepat untuk putra-putri kalian....

Sssssst..... Untuk melihat pesantren dan pola pembelajarannya bisa menghubungi kami di 085326311019 an. Agus Zuhurul Fuqohak