3 ILMU INI UNTUK PERSIAPAN HARI RAYA KURBAN

Oleh: MA. Zuhurul Fuqohak



Hari raya berkurban atau biasa dinamakan dengan Dzulhijjah Yaumul Adha tanggal 10 Besar sebentar lagi akan tiba. Perasaan senang dan berharap bisa menemuinya tidak bisa dilepaskan dari umat Islam. Meskipun Kurban kali ini tidak sama dengan sebelumnya. Yaitu dengan adanya ujian Covid19 kepada banyak belahan negara. Kadang-kadang hal ini membuat psimis beberapa orang untuk mengharapkan pahala dan ridhaNya. Padahal agama Allah swt itu sangat mudah dan dinamis melihat situasi dan kondisinya. Bahkan kaidah fiqh yang sering dikatakan ulama menyebutkan bahwa hukum itu bisa berubah-ubah tergantung situasi dan kondisinya. Tentu ini adalah hukum yang berkaitan erat dengan faktor situasi dan kondisi.

Misalnya adalah orang kurban itu disunahkan bagi yang mampu, ibadah haji itu diwajibkan bagi yang merasa aman dan mendapatkan biayanya, melaksanakan puasa sunah tarwiyah dan 'Arafah itu dianjurkan bagi yang tidak sedang wuquf di Arafah. Adapun bagi mereka yang sedang kondisi sebaliknya, maka dia tidak perlu memaksakan diri.

Oleh karenanya, memperbanyak wawasan keilmuan agar merasakan indah dan mudahnya agama Islam adalah keniscayaan bagi siapa pun. Misalnya saja adalah tiga hal yang biasa berlaku di saat menjelang 10 Idul Adha ini.

Pertama, ibadah haji itu bisa saja digantikan dengan amalan lain yang pahalanya sama dengan haji. Tentu saja ini bagi orang-orang yang belum mampu melaksanakan haji karena tidak punya ongkos naik haji (ONH), belum aman karena ada perang, wabah atau pun karena tidak diizini oleh atasannya. Amalan itu di antaranya adalah: Shalat Subuh berjamaah dan melanjutkan wirid hingga terbit matahari di ufuk timur, melaksanakan shalat Jumat dengan khusyuk dan pagi-pagi untuk menghadirinya,  atau pun membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 33 kali yang ditutup dengan membaca al-baqiyat ash-Shalihah setelah shalat (Lathaiful Ma'arif karya Syekh Ibnu Rojab).

Kedua, ibadah kurban itu semestinya adalah dengan unta (bisa untuk tujuh orang), sapi-kerbau (untuk tujuh orang), dan kambing (hanya untuk satu orang). Namun, Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa boleh-boleh saja berkurban dengan hewan hidup apa pun yang halal dimakan dan mengalir darahnya. Misalnya seperti ayam, itik, bebek, angsa, burung dara dan sejenisnya. Tentu maksud beliau adalah bagi siapa pun yang diuji Allah swt belum mampu berkurban dengan hewan-hewan besar tadi. Adapun bagi mereka yang sudah mampu, maka mereka tidak boleh mengikuti pendapat beliau.

Ketiga, hadis Nabi saw yang mensunnahkan berpuasa di sepuluh hari pertama itu maksudnya adalah selain hari ke sepuluh. Karena itu termasuk hari yang diharamkan untuk berpuasa. Ini mengajarkan kepada kita semua bahwa meskipun niat yang baik tetapi tidak dilakukan waktu yang tepat itu bukannya mendapatkan dosa namun justru akan mendapatkan dosa. Para ulama menyebutkan bahwa hari kesepuluh Dzulhijjah itu adalah jamuan (dhiyafah) dari Allah swt. Begitu pula dengan tanggal 11, 12 dan 13 yang disebut hari tasyriq.

Tasyriq sendiri artinya adalah membuat dendeng dari daging.. Ini karena kurban di tanggal 10 Dzulhijjah yang sangat banyak hingga banyak daging yang tersisa hingga dibuat dendeng agar bisa bertahan untuk dibuat makan di esok hari. Ini sesungguhnya adalah sindiran buat kita semua bahwa sudah semestinya kesadaran berkurban itu benar-benar ada agar daging melimpah hingga membuat siapa pun umat Islam bisa menjadikan daging kurban itu sebagai dendeng karena saking banyaknya daging. Bukan berarti ini menunjukkan disuruh pelit untuk menyimpan makanan hingga dibuat dendeng. 

Semoga Allah swt menganugerahi kita kemampuan untuk berkorban di tahun ini