SELAMAT DATANG BULAN SHOFAR, AMALKAN INI SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH SAW

Oleh: MA. Zuhurul Fuqohak



Ada Apa Dengan Bulan Shofar? Mari Belajar Untuk Menghadapi Musibah

 

Hadis yang masyhur yang seringkali disampaikan oleh para ulama mengenai bulan Shofar adalah:

لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر

Artinya: “Tidak ada (penyakit) menular, tidak ada (meramal dengan) burung, tidak ada (meramal dengan) burung hantu, dan tidak ada (bulan sial dalam) safar…”  (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Sahih).

Hadis ini adalah upaya Rasulullah saw memperbaiki dan membenahi mental, iktikad, dan sikap para sahabat yang dalam tradisi Jahiliah mengatakan bahwa bulan Safar itu bulan sial. Ada ulama yang menyebut Safar ini adalah hewan bumi (semacam virus) yang membawa penyakit menular secara naluri dan tabiatnya. Maka, Nabi saw memberikan logika mendalam untuk menafikan hal tersebut.

Dalam narasi teks hadis di atas, ada sahabat yang kemudian bertanya:

يا رسول الله الإبل تكون في الصحراء، كأنها الغزلان، فيدخل فيها البعير الأجرب فيجربها

Artinya:“Wahai Nabi saw, ada unta di sahara (karena saking bersih kulitnya) seakan-akan dia adalah kijang (yang elok rupanya), lalu ada unta yang berkudis masuk ke sana hingga membuat berkudis unta tadi (yang elok kulitnya).”

Ini mengindikasikan para sahabat ingin memberikan komentar dengan data realitas dan fenomena alam fauna. Dalam tradisi modern, hal demikian sama dengan membangun opini dengan data-data yang bisa dibaca oleh siapa saja. Misalnya ada data statistik yang mengatakan angka kemiskinan di Indonesia itu meningkat. Tentu hal ini bisa dibaca oleh kaum psimis dengan menyebut Indonesia turun tajam dalam kuartal lebih ekonominya.

Namun, Rasulullah saw mengajarkan pola pandang yang optimis. Beliau mengatakan:

فمن أعدى الأول

Artinya: “(Kalau memang penyebab kudis adalah karena menular), maka siapa yang menulari unta pertama (yang kudisan pertama kali) tadi?”

Saya memahami kata-kata ini sangat mulia, kompleks, holistik pelajarannya, dan penuh filosofis. Mengapa bisa begitu?

Pertama, logika yang dibangunkan Nabi saw untuk menyikapi penyakit menular adalah itu hakikatnya dari Allah swt murni. Buktinya adalah awal-awal timbulnya penyakit menular itu tidak ada habitat lain yang menularkan. Jadi, Allah langsung menciptakan sendiri virus tersebut baru kemudian menyebarkannya sebagai ujian kepada hamba-hambaNya.

Kedua, pertanyaan siapa yang menulari unta pertama itu menurut saya adalah istifhâm inkâri (pertanyaan retoris) yang tidak perlu jawaban karena sudah maklum. Maksudnya, penyakit itu tidak menular dengan sendirinya. Allah yang membuatnya. Pertanyaan retoris itu didatangkan untuk memberi motivasi dan optimisme kepada audiens. Pertanyaan semacam: Apakah sama orang berilmu dan tidak? Itu berarti memotivasi orang untuk berilmu. Sama dengan hal ini. Pertanyaan: Apa yang menulari pertama? Itu berarti memberi motivasi kepada pendengar bahwa sesungguhnya sebesar dan seganas apapun penyakit menular itu dahulunya adalah tidak ada apa-apanya, dia datang dan dikembangkan “Dzat Maha” yang mudah untuk mengendalikannya.

Maka untuk pandemi global ini, selalu dan semakin mendekat padaNya adalah optimisme yang harus dijalani. Adapun usaha dan vaksinasi adalah sisanya.

Kudus, 18-09-2020

Berikut ini adalah videonya: