Santri Jadug Vs Santri Alim


Sejak dulu, dua tipe santri di atas seperti tidak pernah menyatu. Kyai atau santri yang terkenal kejadugannya, maka biasanya tidak terkenal kealimannya. Meski sebenarnya ada sisi-sisi kealiman di dalam dirinya. Begitupula santri yang terkenal kealimannya maka yang terkenal adalah ilmu bukan jadugnya, meski sebenarnya ada sisi-sisi "luar biasa" dari dirinya.


Andai dibikin garis lebih luas, maka biasanya akan dihadap-hadapkan antara santri "Syareat" dan santri "Hakekat". Meskipun dua terminologi ini tidak mewakili sama sekali istilah "jadug" dalam bahasa masyarakat.

Mereka yang ada di garis sufisme kental apalagi sampai masuk filsafat tasawuf maka biasanya akan berseberangan dengan kaum fiqih yang lebih dominasi sisi syariat ketimbang hakikatnya. Meski kedua orang itu memenuhi sisi-sisi lain yang tidak terlihat oleh khalayak kebanyakan orang.

Kisah seperti Husain al-Hallaj yang mendapatkan persetujuan dari gurunya agar dibunuh oleh kaum ahli fiqih adalah menguatkan asumsi di atas. Kemudian Syuhrowardi al-Maqtul yang oleh para pengagumnya disebut sebagai asy-syahid juga dibunuh oleh kaum Syariah yang tidak sepaham dengan beliau. Memang ada beberapa terminologi yang sering disebut syathohat keluar dari mulut mereka. Semisal mereka berzikir dengan menyebut ma fil jaibi illallah (tiada yang di saku kecuali Allah) dan sejenisnya menjadi bara timbulnya jarak tajam di antara dua kubu ini.

Syaikh Muhammad Sa'id Romadhon al-Bouthi dalam menjelaskan tentang Al-Ghazali dan ulama semisal Ibnu 'Arobi pernah memberikan komentar begini: